Cerita berlanjut, dengan langkah pasti dia akhirnya, mengikuti ajakan teman akrabnya untuk mengikuti seleksi administrasi CPNS. Belum selesai cerita, sampai di kantor pos, dia tidak bisa mengirimkan berkasnya karena dia tidak bisa mendapatkan perangko flat untuk amplop balasan yang wajib bagi peserta CPNS. Dia sudah nanya ke loket A sampai Z, tapi semua tidak bisa memberikan perangko. Kalo ingin mendapatkan perangko, dia harus membeli satu berkas utuh pendaftaran CPNS. Dengan hati sedikit jengkel, dia mengirimkan berkas itu ke temannya yang ada di daerah tujuan. Dia minta tolong, temannya untuk membelikan perangko flat kemudian dimasukkan berkasnya. Selesai sudah, tahap awal.
Beberapa hari berselang, tiba saat seleksi CPNS, dia akhirnya dinyatakan lolos seleksi administrasi. Dia dan temannya, pulang kampung untuk mengikuti seleksi CPNS, dan kebetulan saat itu, bertepatan waktunya dengan hari raya ‘idul Adha. Jadi bisa mudik, dengan cuti dari tempatnya bekerja. Sebenarnya dia tidak sreg, karena saat itu, dia belum ingin resign jika diterima sebagai CPNS.
Dia pulang, dengan niat ingin berhari raya, bukan mengikuti seleksi CPNS, tapi dia ikut seleksi CPNS dengan niat untuk sekedar mengikuti ajakan temannya tadi. Sejak awal, dia tidak melakukan persiapan sama sekali, lain dengan temannya yang satu, setiap balik kerja dia selalu membaca kumpulan tes CPNS tahun-tahun sebelumnya. Namun dua cuek, dan tidak mempedulikannya. Bahkan malam hari sebelum hari seleksipun, dia kebetulan kadatangan temannya lamanya, yang akhirnya temannya memberikan kumpulan soal tes tahun yang lalu.
Dia baca-baca sambil lalu, beda dengan orang layaknya yang benar-benar kepingin banget diterima. Bahkan dia hanya membaca sebagian soal saja, tidak sampai selesai. Karena baru sampai dari perjalanan jauh, dia kecapekan dan melanjutkan dengan tidur. Paginya dia berangkat ketempat seleksi, yang kebetulan satu jalur dengan dia pulang kampung. Bahkan tempat seleksipun dia dikasih tahu temannya yang lain, dia tidak tahu di sebelah mana persisnya. Dengan membawa tas besar berisi pakaian layaknya orang mudik, dia menuju tempat seleksi. Sampai ditempat, dia termasuk yang pertama datang, dia kemudian mencari ruang dan menunggu sambil beristirahat di depan ruang yang masih terkunci. Kalau kandidat yang lain datang, dengan rapi, membawa tas kecil, membawa lembar soal-jawab tahun lalu, dia hanya duduk dan sekali-kali sambil menutup mata karena masih ngantuk. Beberapa teman semasa kuliah dulu, mendekatinya dan sedikit ngobrol.
Tes kemudian dimulai, kebetulan saja dia duduk di bagian paling depan, kanan dan kiri orang yang tidak dikenal. Dengan tenang dan yakin dia mengerjakan soal tes. Dari beberapa soal yang keluar, dia dapat mengingat, soal yang mirip dengan soal yang dibaca tadi malam. Dan anehnya, soal kali ini berbeda dengan soal seleksi tahun-tahun sebelumnya. Soal didominasi soal kepribadian, bukan soal pengetahuan. Mungkin dari soal 100, yang 40 adalah soal tes kepribadian. Soalnya mirip dengan soal PMP atau PPKn. Dengan pasti dia menjawab satu persatu soal, yang sulit dia tinggalkan untuk diulang kemudian. Dia menjawab soal kepribadian sesuai dengan hati nuraninya bukan mencari jawaban yang paling baik. Mungkin saat mengerjakan soal PPKn kita akan menjawan soal yang paling baik. Berbeda dengan soal PPKn, dia tidak menjawab soal dengan memilih jawaban paling ideal, tapi dia menjawab soal sesuai karakter kepribadian. Dia menjawab soal situasi kondisi dengan apa yang akan dilakukan seandainya dia mengalaminya.
Tes sudah selesai, dia pulang dengan membawa tas besar yang dibawanya dari kota nan jauh di sana. Dia ingin segera pulang, ketemu dengan keluarga di rumah. Hari berikutnya adalah hari ‘Idul Adha, dia dan orang kampungnya pergi sholat ke lapangan, untuk menunaikan sholat ‘Ied. Sepulang dari lapangan, beberapa tetangganya menanyakan, dia ikut seleksi CPNS atau tidak? Maklum, siapa sih yang tidak tahu tentang CPNS? ya dia jawab saja, “ikut”, tapi bukan di kabupaten kampung halamannya.
Sebenarnya, walaupun tanpa keinginan yang kuat, dia memiliki strategi ikut CPNS. Dia menganalisa seberapa besar peluang di masing-masing daerah yang menyelenggarakannya. Dia mencari formasi dengan perbandingan kemungkinan pelamar yang ada. Dia memprediksi berapa kira-kira pelamar yang ada, dengan cara berapa banyak temannya kelas waktu kuliah dulu ada ditempat tersebut. Kemudian membagi jumlah formasi dengan jumlah teman sekelasnya yg ada pada daerah tersebut. Dan sebelumnya, dia juga menanyakan ke teman-temanya, ikut didaerah mana. Ketemulah angka dengan peluang yang terbesar dibandingkan daerah-daerah lain.
Berlanjut….
***
Tulisan terkait: